TELESKOP - Membuka Tabir Semesta Melalui Jendela Kasat Mata

Posted on Wednesday, October 05, 2011 by Sang Petualang


Oleh Alm. Tersia Marsiano
2 April 1978 - 6 Desember 2010

Dahulu orang percaya bahwa dalam proses melihat, mata memancarkan  suatu bentuk energi yang kemudian kembali ditangkap oleh mata. Mitos ini tidak dapat menjelaskan kenapa dalam sebuah ruang gelap kita tidak dapat melihat. Dalam proses melihat, mata sesungguhnya bersifat pasif. Selaput jala mata hanya menangkap berkas cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda-benda di sekitar kita. Selain bersifat pasif, mata juga hanya peka dalam retntang panjang gelombang tertentu. Ada banyak obyek astronomis  - terutama bintang - memancaran radiasi elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang antara 10-5 A sampai 100 km  Mata kita hanya peka pada tentang panjang gelombang antara 4000 A sampai 7000 A. Rentang panjang gelombang inilah yang disebut dengan jendela kasat mata, karena melalui lebar panjang gelombang ini memungkinkan kita  melihat benda di sekitar dan mengamati bintang-bintang.
Radiasi elektromagnet dalam berbagai panjang gelombang. Cahaya kasat mata hanya  sebagian kecil dari radiasi gelombang elektromagnet yang dipancarkan oleh obyek langit seperti bintang

Cara Kerja Teleskop

Kekhasan cahaya kasat mata adalah dapat dibelokan ketika melalui medium yang lebih rapat. Ketika melalui sebuah kaca, berkas cahaya cenderung berbelok menjauhi garis normalnya. Prinsip ini yang digunakan untuk membuat teleskop yang kita kenal selama ini.

Gb. 1. Teleskop cermin fokus Newtonian panjang tabungnya kurang lebih sama dengan panjang fokus efektif teleskop

Newtonian Telescope
Pada dasarnya teleskop memiliki dua buah optik utama yaitu Obyektif yang berfungsi sebagai kolektor cahaya, dan Okuler yang berfungsi untuk memperbesar bayangan. Pada disain awal yang digunakan Gelileo, obyektif teleskop menggunakan lensa cembung sementara okulernya menggunakan lensa cekung. Dengan menggunakan lensa cekung, perbesaran teleskop tidak begitu maksimal sehingga pada disain berikutnya okuler menggunakan lensa cembung. Varian dari disain kedua inilah yang kini banyak kita gunakan dan disebut dengan teleskop refraktor.
Gb. 2. Teleskop cermin fokus Cassegrain dapat memperpendek panjang tabungnya sampai tiga kali lebih kecil dari panjang fokus efektif teleskop



 Cassegrain Telescope

Selain menggunakan lensa cembung sebagai obyektif, beberapa teleskop menggunakan cermin cekung sebagai sebagai kolektor cahaya. Disain teleskop cermin ini pertama kali dikembangkan oleh Sir Issac Newton. Newton menambahkan sebuah cermin datar didepan fokus utama sehingga membelokkan bayangan ke bagian samping teleskop. Teleskop jenis cermin terus mengalami pengembangan terutama pada bagian cermin sekundernya. Salah satu varian teleskop cermin yang cukup poluper adalah teleskop cermin dengan fokus Cessegrain. Teleskop jenis ini menggunakan cermin cembung sebagai cermin sekunder dan berkas cahaya yang dikumpulkan dipantulkan kembali ke bagian belakang cermin primer sehingga pengamat dapat melakukan pengamatan seperti menggunakan teleskop lensa (refraktor). Selain praktis, teleskop jenis ini memiliki panjang fokus efektif yang lebih panjang daripada panjang fokus utamanya. Vantiassi lain darti teleskop cermin  adalah rteleskop cermin dengan fokus Coude, teleskop jenis ini merupakan gabungan dari fokus Newtonian dan Casegrain. Kelebihan teleskop fokus Coude, pengamat dapat duduk tenang tanpa mengikuti pergerakan teleskop. 

Detektor Cahaya

Lama sebelum orang menggunakan teknik perekaman gambar dengan pelat fotografi, detektor cahaya utama dalam pengamatan adalah mata pengamat.  Teknik yang sampai saat ini masih dilakukan adalah mengintip langsung melalui okuler, kemudian memindahkan bayangan yang ditangkap mata ke dalam lembar-lembar kertas dalam bentuk gambar. Cara ini kadang bersifat subyektif, karena sering kali dikaburkan oleh imajinasi pengamat. Sebagai contoh gambaran kanal-kanal pada permukaan Mars oleh Lowel, sedikit banyak menggambarkan demam makhluk asing dari Mars pada waktu itu. Namun demikian tidak serta merta pengamatan Lowel ini dapat diabaikan, karena mungkin saja pada waktu itu Lowel memang melihat suatu obyek di sekitar Mars, sayangnya sekali  lagi obyek itu tidak terekam dan disinlah ridara perlunya sebuah detektor cahaya seperti plat foto.

Charge Couple Device


Saat fotografi mulai digunakan, pelat-pelat film menggantikan peranan mata dan tangan untuk merekam obyek langit yang sedang diamati. Lembar-lembar plat foto ini memungkinkan astronom untuk meneliti obyek langit dalam jangka waktu yang cukup lama diluar waktu pengamatan. Perekaman data dalam bentuk foto ini sangat membantu ketika misalnya seorang astronom harus mengukur tingkat kecerlangan bintang, jarak bintang serta materi yang dikandung bintang atau mengukur diameter sebuah galaksi. Hasil sampingan dari kegiatan pemotretan ini adalah foto itu sendiri. Gambar-gambar Galaksi dan Nebula nan eksotis kini tidak hanya disaksikan oleh segelintir astronom, tetapi juga dapat dinikmati oleh masyarakat awam.

Teknologi pemotretan dengan menggunakan pelat foto bertahan cukup lama. Namun demikian teknologi ini bukan tidak memiliki kekurangan. Larutan peka cahaya yang digunakan sebagai pelapis pelat memerlukan perlakuan khusus sebelum dapat digunakan untuk memotret. Sebagai gambaran lembar fotografi yang digunakan David Malin di observatorium Anglo Australia harus di dinginkan dalam nitrogen selama beberapa jam untuk meningkatkan kepekaannya terhadap cahaya. Cara ini dirasa tidak cukup efektif karena selalu ada kemungkinan ketika sedang menyiapkan lembar fotografi langit cukup cerah namun setelah lembar fotografi siap langit mulai tertutup awan. Kelemahan lain, meski telah ditingkatkan kepekaannya perlu waktu minimal satu jam untuk memotret obyek lemah seperti galaksi atau nebula. Kekurangan ini dirasa cukup mengganggu terutama jika digunakan untuk mengamati obyek-obyek jauh yang tingkat kecerlangannya rendah.

Penemuan-penemuan dalam bidang fisika material dan elektronika membuka jalan bagi dikembangkan sebuah detektor elektronik yang lebih peka daripada lembar-lembar fotografi. Efek foto listrik yang dihasilkan dari interaksi antara photon dengan sebuah materi peka cahaya dimanfaatkan sebagai detektor cahaya elektrik. Teknologi ini memunculkan detektor cahaya yang beberapa puluh kali lebih efisien dibanding pelat fotografi. Hal ini dimungkinkan karena dalam sebuah kamera elektronik selain terdapat detektor cahaya, juga memiliki penguat signal yang memungkinkan kamera elektronik melakukan pemotretan singkat untuk sebuah obyek lemah. Kelebihan lain dari teknologi ini adalah penyimpanan data yang dapat langsung dilakukan dalam komputer, sehinga tidak memerlukan lembaran-lembaran pelat, dan jika diperlukan dapat dicetak setiap saat. Kelebihan inilah yang membuat hampir seluruh observatorium di dunia menggunakan kamera CCD (Charge Couple Device) untuk merekam obyek langit.


Spektrograph

Dalam kamar gelapnya Newton muda menguraikan cahaya matahari menjadi beberapa spektrum warna. Secara samar, calon ilmuan besar ini menyadari bahwa cahaya matahari yang selama ini dia lihat, memiliki beberapa komponen warna yang merupakan ‘sidik jari’ matahari. Ada banyak informasi yang bisa didapatkan dari penguraian spektrum ini, diantaranya adalah komposisi yang dikandung oleh matahari, planet atau bintang. Spektroskop dan spektrograph ini  merupakan salah satu instrumen yang cukup vital dalam observatroium, karena dengan alat ini banyak yang dilakukan oleh astronom mulai dari menentukan komposisi materi bintang, tigkat kecerlangan, jumlah materi yang dikandungnya, sampai jarak dan umur bintang tersebut dapat dilihat melalui sidik bintang ini.

Spektrograph memiliki beberapa bagian utama, antara lain slit atau celah yang melewatkan berkas cahaya bintang atau matahari yang dikumpulkan oleh obyektif teleskop, kolimator yang mensejajarkan berkas cahaya yang melalui slit, prisma atau kisi yang mengurai berkas cahaya tunggal menjadi beberapa spektrum warna, dan lensa cembung yang memfokuskan berkas cahaya yang telah terurai oleh prisma atau kisi ke sebuah detektor cahaya. Karena berfungsi sebagai perekam, maka detektor cahaya disini dapat berupa pelat fotografi atau kamera CCD.

 Hertzbergs Spektograf


Meminimalisir Turbulensi, Meningkatkan Daya Pisah

Kendala utama teleskop landas bumi adalah dinamika atmosfer. Dinamika atmosfer ini disebabkan oleh pelepasan panas oleh permukaan bumi setelah sepanjang hari menerima cahaya matahari. Pelepasan panas inilah y ang menyebabkan kita melihat bintang tampak berkelapkelip. Bagi awam kerlap kerlip bintang ini adalah pemandangan yang indah, namun bagi astronom turbulensi atmosfer ini sangat mengganggu proses perekaman data. Untuk mengatasi gangguan ini dikembangkanlah sebuah cermin yang yang dapat merespon pergerakan atmosfer. Teknologi optik adaptif ini menggunakan sebuah komputer super cepat yang dapat mengotrol kelengkungan cermin seduai dengan kondisi atmosfer saat itu.

Untuk meningkatkan resolusinya (daya pisah), beberapa teleskop menggunakan cermin primer lebih dari satu. Sebagai contoh teleskop Multy Mirror  di Mt. Hopkins, menggunakan 6 buah cermin cekung yang masing-masing cermin memiliki diameter 72 inchi dan diameter efektifnya 176 inchi. Selain teleskop multy miror, dikembangkan juga teleskop kembar Keck. Berbeda dengan sistim multy mirror yang langsung menggabungkan berkas cahaya yang didapat oleh masing-masing kolektor cahaya, teleskop kembar Kcek menggabungkan citra yang dihasilkan dua buah teleskop (Keck I dan Keck II) dengan bantuan komputer. Diameter efektif teleskop kembar Keck sebesar jarak yang memisahkan kedua teleskop tersebut. Jika kita andaikan Keck I berada di Sabang dan Keck II diletakkan di Merauke, maka diameter efektif teleskop tersebut adalah seluas Nusantara dan tentu saja ini akan meningkatkan daya pisash teleskop.

Tidak Harus Mahal

Tidak semua obyek langit cukup cantik disaksikan dengan menggunakan teleskop.  Bahkan beberapa obyek justru lebih cantik jika disaksikan dengan menggunakan mata telanjang atau Binokuler. Gugus gakalsi Bima Sakti di sekitar ekor Scorpius, cukup cantik bahkan mungkin lebih cantik jika disaksikan dengan menggunakan mata telanjang. Ada banyak peralatan yang cukup sederhana untuk menyaksikan atau merekam obyek langit. Sebagai contoh, untuk melihat bintik matahari, kita cukup menggunakan sisa flopy disket atau dua lembar klise hitam putih yang telah terbakar.

Binokuler atau kekeran yang selama ini lazim digunakan untuk pengamatan burung dan pacuan kuda ternyata juga dapat digunakan untuk mengamati obyek langit. M-45 Pleiades, gugus bintang baru lahir ini cukup indah diamati dengan menggunakan binokuler dengan perbesaran 7 kali. Ada cukup banyak obyek langit, terutama gugus bintang yang dapat diamati dengan menggunakan binokuler. Para pemburu komet lebih memilih menggunakan binokuler daripada teleskop untuk mencari buruanya, karena dengan menggunakan binokuler daerah yang diliput lebih luas dibanding dengan menggunakan teleskop.

Untuk menggunakan teleskop-pun tidak perlu terlalu canggih yang menggunakan kontrol komputer. Teleskop paling sederhana dan cukup mudah dalam pengoperasiannya adalah teleskop cermin fokus newtonian dengan dudukan dobson. Dengan teleskop berdiameter 100mm dan panjang fokus 700mm kita sudah dapat menikmati cincin Saturnus. Jika ingin mengembangkan ke arah pemotretan, kita dapat memiliki tipe dudukan yang equatorial germanian. Dengan ditambah motor penggerak, teleskop dengan dudukan tipe equiatorial dapat mengikuti gerak bintang. Untuk yang ingin lebih serius dapat menggunakan teleskop cermin dengan tipe Schmid-Cassegrain, atau Maksutov. Teleskop jenis ini biasanya telah dilengkapi dengan sistim motor.

Dibading teleskop cermin, teleskp lensa tidak cukup banyak memiliki variasi. Perbedaan biasanya diseputar panjang fokus, diameter lensa dan coating lensa yang digunakan. Pelapis atau coating lensa ini menentukan seberapa banyak intensitas cahaya yang diteruskan oleh lensa obyektif ke titik fokus lensa.






No Response to "TELESKOP - Membuka Tabir Semesta Melalui Jendela Kasat Mata"

Popular Posts